Pengangguran menjadi problem utama di
setiap negara berkembang termasuk di
Indonesia, sebagai salah satu negara dengan
jumlah penduduk terbanyak di empat di Dunia.
Peningkatan investasi di Indonesia diharapkan
mampu menciptakan banyak lapangan pekerjan
kerja sektor formal dan non formal. Paada
giliranya mampu menurunkan tingkat
pengangguran terbuka. Daya serap lapangan
kerja sektor formal di Indonesia pun masih lebih
rendah jika dibanding sektor informal.
Penyerapan tenaga kerja sektor formal lebih
rendah jika dibandingkan sector non formal,
disebabkan terjadi ketidakselarasan antara
kompetensi lulusan SMK dengan kompetensi
kebutuhan industri/dunia kerja.
Lulusan pendidikan vokasi di Indonesia,
yang mayoritas Generasi Z (usia 15-24 tahun)
mendominasi Tingkat Pengangguran Terbuka.
Guna mengurangi Miss-match tersebut
diperlukan Penguatan kompetensi lulusan
pendidikan vokasi (SMK) yang sejalan pada
kebijakan Perpres 68 tahun 2022. Fakta empirik
menunjukkan bahwa selama ini dunia kerja
/industri telah menetapkan standar kompetensi
kerja, namun lembaga pendidikan di Indonesia,
khususnya pendidikan vokasi, belum mampu
menjawab dan memenuhi tuntutan standar
kompetensi tersebut. Keselarasan antara
kompetensi yang dibutuhkan industri kerja
dengan kompetensi yang dihasilkan melalui
pendidikan formal menjadi tantangan besar bagi
pendidikan di Indonesia, terlebih lagi untuk
menghadapi Indonesia Emas di tahun 2045.
Kesiapan lembaga pendidikan untuk
menghasilkan lulusan yang kompeten sesuai
dengan kebutuhan industri/duni kerja
dibutuhkan : kurikulum yang adaptif, tenaga
pendidik & kependidikan yang kompeten,
fasilitas dan infrastruktur yang memadai serta
optimalisasi program magang harus menjadi
fokus utamayang harus diperhatikan dalam
menjawab tantangan tersebut. Komitmen dan
konsistensi pemerintah dalam meningkatkan
kualitas lembaga pendidikan, khususnya
pendidikan vokasi, akan mampu mempercepat
kesiapaan dalam menghadapi perubahan.